Jumat, 27 Maret 2015

Teori Immune surveillance

Teori "immune surveillance" (perondaan) yang diusulkan Thomas dalam tahun 1950 yang kemudian diperluas oleh Burnet, mengusulkan bahwa mekanisme imun yang menolak jaringan asing, khususnya imunitas selular, akan bekerja juga secara khas terhadap antigen yang timbul karena pertumbuhan neoplasma dalam individu normal sebagai hasil mutasi somatik. Hipotesis ini didukung oleh adanya antigen-anti¬gen pada permukaan sel yang mengalami pertumbuhan ganas sehingga dapat dikenal dengan sistem imun. Gangguan dari fungsi perondaan mengakibatkan pertumbuhan tu¬mor dalam tubuh, namun pada beberapa jenis tumor sistem imun sulit untuk mengenalnya. Untuk mengungkapkan hubungan imunologik antara tumor dan tubuh sebagai inang dan bagaimana memanfaatkan re-spons imun terhadap tumor agar dapat diterapkan dalam diagnosis, profilaksis dan terapi tumor, maka berkembanglah cabang imunologi yang dikenal sebagai imunologi tumor. Dengan meningkatnya kejadian tumor pada akhir-akhir ini, maka pembahasan imunologi tumor yang juga merupakan bagian dari imuno¬logi klinik akan melengkapi buku ini. Minat masyarakat umum bertambah meningkat dengan adanya aplikasi pengetahuan respon imun untuk mendeteksi dan mengelola kanker. Walaupun dalam Bab imunologi tumor dibahas sedikit tentang aspek terapi dan profilaksis, namun se¬cara khusus perlu pula dibahas pemanfaatan imunologi dalam bidang terapi dan profilaksis dalam konteks yang lebih luas. Hal ini tentu saja masih relevan dengan tujuan penulisan buku ini. Masalah klinik lain yang perlu dibahas, khususnya dengan berkem¬bangnya konsep-konsep baru, yaitu penyakit kulit yang berkaitan de¬ngan sistem imun (Bab 13). Kulit yang merupakan organ terbesar karena luasnya menutupi seluruh permukaan luar tubuh, semula hanya dianggap hanya sebagai alat pertahanan yang bersifat fisik saja. Namun Fichtelius et al., (1970) mengajukan hipotesis bahwa kulit merupakan organ limfoid primer seperti juga sumsum tulang dan kelenjar timus. Sejak Streilein dalam tahun 1978 memperkenalkan istilah SALT (Skin associated lymphoid tissue) beberapa peneliti memusatkan per¬hatiannya kepada epidermis, maka beliau menyarankan bahwa pelapis kulit tersebut merupakan bagian dari organ imunologik. Namun demikian, masih banyak sekali spekulasi tentang bagaimana caranya menempatkan fungsi imunologik kulit dalam konteks sistem imun umum. Hal tersebut timbul karena bukti-bukti yang pasti bahwa kulit berfungsi sebagai organ limfoid primer atau sekunder masih meng¬hadapi pertentangan pendapat dan menunggu konfirmasi pengkajian se¬lanjutnya. Pendekatan ilmiah kepada sistem imun kulit sebenarnya mempunyai riwayat yang telah mendapatkan perhatian jauh sebelumnya, karena Hippocrates (?460-377 SM), Plato (427-347 SM) dan Galen (?130-200) kesemuanya yakin bahwa kulit bukan semata-mata berfungsi sebagai pe¬lindung yang bersifat fisik saja, namun mempunyai keterkaitan dengan bagian-bagian tubuh lain yang digambarkan sebagai benang-benang jala seorang nelayan. Walaupun teori-teori mengenai kulit sebagai organ imunologik be¬lum mantap, namun sudah selayaknya apabila mekanisme imun pada beberapa penyakit kulit mendapatkan perhatian khusus agar pengelolaan penyakitnya akan memberikan hasil yang memuaskan. Dalam tahun 80-an masyarakat umum telah terbiasa terpapar oleh beberapa aspek pengetahuan imunologi dari berita oleh merebaknya penyakit AIDS yang merisaukan di beberapa negara. Walaupun penyakit AIDS yang digolongkan dalam penyakit defisiensi imun (Bab 7), namun karena etiologinya oleh virus HIV dapat digolongkan dalam penyakit infeksi juga. Hal yang penting lain dalam imunologi klinik adalah peran imunitas dalam pencegahan dan penyembuhan individu dari berbagai penyakit infeksi. Walaupun merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia namun kurang memperoleh tempat dalam publisitas. Dampak yang kuat terhadap kemanusiaan adalah keberhasilan imuno¬logi dalam mencegah dan memberantas sejumlah penyakit infeksi se¬perti cacar dan poliomyelitis yang tentu akan disusul dengan penyakit¬-penyakit lain. Adanya perkembangan imunologi pada akhir-akhir ini memberikan harapan kepada tindakan imunoprofilaksis terhadap ma¬laria dan penyakit parasit lain yang masih merupakan wabah yang menghantui berjuta-juta penduduk dunia. Vaksinasi tidak saja ditujukan terhadap penyakit-penyakit infeksi manusia, tetapi juga terhadap pe¬nyakit hewan piaraan dan hewan ternak (infeksi flu burung, flu babi). Dengan demikian imunologi secara tidak langsung dapat memberikan sumbangan untuk peningkatan bahan makanan daging yang pada gilirannya akan meningkatkan taraf hidup negara-negara terbelakang dan negara berkembang (Bab 11). Selanjutnya vaksinasi tidak saja dimaksudkan untuk memberantas penyakit infeksi, namun sekarang dikembangkan dalam pendekatan imunologi reproduksi hewan ternak dengan jalan mengatur kelahiran pada hewan piaraan seperti anjing dan kucing atau untuk tujuan keluarga berencana. Hal-hal tersebut mendorong kepada kita bahwa imunologi klinik perlu dikembangkan. Imunologi klinik bukan saja membahas penyakit-penyakit yang berkaitan dengan sistem imun, namun juga mempelajari semua tindakan yang melibatkan sistem imun ataupun mekanisme res¬pons imun. Tindakan-tindakan tersebut dapat untuk tujuan terapi, pencegahan atau diagnosis. Tindakan terapi misalnya penggantian organ melalui transplantasi atau sebagai imunoterapi (Bab 8). Akhirnya suatu hal yang kurang mendapat perhatian secara khusus pada berbagai buku ajar imunologi yaitu mengenai hubungan antara sistem imun dengan sistem saraf dan faktor kejiwaan. Hal ini penting dikemukakan agar bagi mereka yang mempelajari imunologi perlu me-nyadari bahwa apapun bentuk dan tingkat sistem yang ada dalam tubuh tidak terlepas dari adanya kenyataan bahwa faktor kejiwaan memegang peranan penting bagi tingkah laku dan kesehatan seseorang. Untuk me¬menuhi kekurangan tersebut, pada Bab khusus (Bab 16) akan dibahas secara selintas apa yang dinamakan cabang psikoneroimunologi. Apa yang diuraikan dalam Bab Pendahuluan ini akan dibahas secara lebih rinci dalam Bab-Bab tersendiri sesuai dengan kepentingannya, se¬hingga akhirnya pembaca buku ini setelah mempelajari isinya akan me¬mahami mekanisme dan patofisiologi dari penyakit-penyakit imun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar