Jumat, 27 Maret 2015
KELOMPOK PENYAKIT IMUN
KELOMPOK PENYAKIT IMUN
Penyakit imun dibedakan dalam 3 kategori, walaupun kategorisasi ini tidak terlalu memuaskan.
1) Penyakit Berwahana Imunologik
Fungsi dasar dari sistem imun, yaitu mendeteksi dan melenyapkan setiap substansi yang masuk dalam tubuh yang dikenal sebagai asing. Dalam melangsungkan fungsi tersebut, tubuh melibatkan berbagai jenis sel dan produk sel, yang satu sama lain berinteraksi dalam upayanya melenyapkan konfigurasi asing tersebut. Biasanya dalam interaksi tersebut berlangsung efisien dan berhasil tanpa meninggalkan sisa-sisa konfigurasi yang ditinggalkan untuk tubuh inang. Dalam hal ini berlangsung respons imun yang berakhir sukses. Tetapi kadang-kadang terjadi hal lain, ketika jenis antigen yang disajikan kepada sistem, atau karena reaktivitas dari pihak tubuh yang tidak wajar, berlangsunglah gangguan yang menjurus kepada keberadaan sisa-sisa antigen yang berakibat merugikan tubuh. Gangguan yang merugikan tersebut dinamakan penyakit berwahana imunologik (immunologically mediated diseases)
Terdapat 3 tahap respons tubuh terhadap semua substansi, yang kemajuan prosesnya bergantung pada 2 faktor, yaitu (1) sifat substansi yang dihadapi sistem dan (2) susunan genetik tubuh.
Adapun 3 jenis respons tersebut yaitu:
a. Respons non-spesifik yang merupakan Respons Primer,
Respons yang bersifat non-spesifik merupakan respon pertama dalam menghadapi konfigurasi, berbentuk proses fagositosis dan peradangan. Apabila sistem berhasil penuh dalam menghadapi konfigurasi tersebut tanpa adanya sisa-sisa yang ditinggalkan, maka respons selanjutnya akan disudahi. Tetapi kadang-kadang beberapa substansi tidak secara sempurna dilenyapkan, melainkan masih menetap dalam jaringan tubuh.
b. Respons spesifik yang merupakan Respons Sekunder,
Dalam kondisi sistem tidak sempurna melenyapkan substansi, berlangsung reaksi sekunder yang merupakan respons spesifik yang mekanismenya lebih canggih. Pada mekanisme tersebut terdapat 2 kemungkinan mekanisme efektor, yaitu (i) mekanisme imunitas humoral spesifik yang melibatkan limfosit B, dan (ii) mekanisme imunitas selular spesifik yang melibatkan limfosit T. Dalam mekanisme efektor humoral diproduksi berbagai kelas antibodi, yaitu IgG, IgM, IgA, IgE dan IgD, sedangkan pada mekanisme efektor selular diproduksi berbagai jenis sitokin yang akan bekerja pada sasarannya. Pada respons sekunder ini, konfigurasi asing, baik sebagai partikel atau mikroba dapat seharusnya secara sempurna dilenyapkan oleh kedua jenis mekanisme efektor yang bersifat spesifik.
c. Kerusakan jaringan yang termasuk Respons Tertier.
Tetapi respons sekunder mungkin tidak dapat berhasil melenyapkan antigen, sehingga masih tetap persisten dalam tubuh. Dalam kondisi ini, respons tubuh masuk dalam tahap tertier, yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Pada tahap ini, terjadilah kerusakan jaringan yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat bermanifestasi sebagai penyakit imunologik dalam beberapa bentuk jenis: yaitu hipersensitivitas, penyakit autoimun dan keganasan.
2) Gangguan Proliferatif Sistem Imun
Beberapa penyakit imun pada manusia mempunyai ciri adanya proliferasi luar biasa dari sel-sel yang dalam kondisi normal terlibat dalam respons imun. Apabila proliferasi tersebut menyangkut sel-sel yang berhubungan dengan produksi dan sekresi imunoglobulin sebagai efektor dalam respons imun humoral, gangguan ini akan berkaitan dengan adanya produksi imunoglobulin yang sangat berkelebihan, yang justru disertai dengan ciri adanya gangguan pada imunoglobulinnya juga.
Beberapa penyakit yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: multiple myeloma, macroglobulinemia, dan penyakit rantai berat antibodi. Ketiga gangguan ini sering disebut: “monoclonal gammopathy”. Di samping gangguan-gangguan tersebut masih terdapat penyakit yang melibatkan proliferasi yang berlebihan pada limfosit yang digolongkan dalam limfoma dan leukemia limfatik.
Kita ketahui bahwa Imunoglobulin yang diproduksi dalam rangka respons terhadap berbagai jenis antigen yang terpapar kepada manusia menunjukkan heterogenitas yang besar. Telah dibahas dalam Buku Imunobiologi, bahwa efektor humoral spesifik menunjukkan adanya diversitas antibodi yang mampu menampilkan heterogenitas yang besar. Diversitas antibodi tersebut haruslah sebagai produk dari populasi sel yang heterogen pula. Populasi sel yang heterogen tersebut diperkirakan menyangkut sekitar 108 klon yang setiap klonnya berpotensi memproduksi sebuah spesifisitas antibodi. Sehingga sebuah klon sel limfosit B akan memproduksi sejumlah molekul imunoglobulin dalam bentuk homogen dari aspek spesifisitasnya. Apabila salah satu dari klon yang jumlahnya diperkirakan 108 tersebut terpilih untuk proliferasi yang tidak terkendali, dan sel-sel tersebut masih mampu menghasilkan molekul-molekul antibodi, maka dapat diharapkan akan diperoleh molekul imunoglobulin dalam jumlah yang sangat besar. Jika situasi tersebut berlangsung, mereka dilihat sebagai suatu abnormalitas sistem imun atau sistem gamma (γ) yang muncul dari sebuah klon sel yang abnormal. Alasan itulah yang digunakan untuk memberikan istilah monoclonal gammopathy pada penyakit yang disebabkan proliferasi yang berlebihan dari sebuah klon limfosit B.
Multiple myeloma merupakan salah satu jenis penyakit yang termasuk dalam monoclonal gammopathy. Pada penyakit ini berlangsung proliferasi ganas dari plasmasit. Penampilan yang berbeda pada gangguan proliferatif tersebut dapat dipandang dari beberapa penyebab yang berbeda: (1) ekspansi massa sel; (2) elaborasi protein oleh sel yang berproliferasi; dan (3) keterkaitan dengan supresi sintesis antibodi normal. Dalam kondisi pengembangan penuh dari penyakit ini, akan terjadi perluasan myeloma hingga mencapai sistem kerangka, sumsum tulang, ginjal dan sistem saraf.
3) Penyakit Defisiensi Imun
Defisiensi imun mencerminkan adanya gangguan satu atau lebih mekanisme/fungsi utama dalam imunitas, termasuk (1) pertahanan pada permukaan tubuh, (2) aktivitas bakterisidal dan fagositosis, (3) respons peradangan dan sistem komplemen, (4) respons antibodi dan (5) respons DTH (Delayed type hupersensitivity). Penyakit defisiensi yang herediter dan kongenital jarang terjadi, tetapi lebih banyak yang diperoleh sesudah lahir, baik sekunder dari penyakit lain atau karena pengobatan.
Konsep defisiensi imun diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh kolonel Ogden Bruton dalam tahun 1952. Beliau melaporkan bahwa dalam serum seorang anak yang menderita berulang kali penyakit infeksi bakteri tidak dapat dideteksi adanya γ-globulin. Sejak peristiwa itu, kerusakan komponen humoral dan selular dari sistem imun berturut-turut diidentifikasi. Walaupun sudah banyak ditemukan tanda-tanda gangguan imunitas, baru kemudian diketahui bahwa fenomena defisiensi imun didasari juga oleh abnormalitas homeostasis dan “survaillance”. Kini telah jelas bahwa banyak dari gangguan-gangguan tersebut mempunyai kaitan dengan hubungan kekerabatan langsung atau adanya predisposisi untuk autoimunitas dan neoplasma.
Ammann (1987) mengklasifikasikan gangguan dalam defisiensi imun dalam kelompok-kelompok gangguan sebagai berikut:
1. Gangguan imunodefiensi antibodi (sel B)
2. Gangguan imunodifiensi selular (sel T)
3. Gangguan imunodefisiensi gabungan humoral dan selular (AIDS termasuk kelompok ini)
4. Disfungsi fagositik
Guskompindo print
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar